Kamis, 10 Desember 2009

Posting Pertama : Sebuah Awal Sebuah Kisah

Sebuah formalitas untuk memenuhi tugas diklat yang akhirnya mengawali sbuah kisah panjang prjalanan JustVinny..ntah sampai kapan kisah itu akan usai,atau at least masih diniatkan untuk dikisahkan...Tapi, sbuah pembelajaran dari seorang pengajar, sebut saja semisal namanya Endang, disini sebuah kisah prjalanan akan dungkap, dan akan jadi sejarah kelak ketika qt mbacanya ulang.
So,posting pertama...sbuah tugas di kamis sore yang biasa2 saja. Pls Pak Endang, cekitod tugasnya, meski mungkin tak semua tugasnya dipostingkan :D


Duka untuk Manusia Indonesia Sejati

Dilahirkan di Mojokerto pada tanggal 5 Mei 1949, pria yang sedang menuai masa keemasannya ini harus meregang nyawa di usianya yang ke-60. Bernama asli Urip Ariyanto, ayah dari empat anak, sekaligus kakek dari empat orang cucu ini meninggal dalam perjalanannya menuju RS Pusdikkes TNI AD, Kramat Jati pada tanggal 4 Agustus 2009 pukul 10.30 WIB.
Banyak yang tak mengetahui bahwa sosok yang mendulang miliaran rupiah atas penjualan RBT “Tak Gendong” ini, merupakan individu yang menyenangi pendidikan. Dengan rambut gimbal dan gaya yang nyentrik, ia telah menyandang gelar Drs. dari STM Brawijaya Mojokerto dan MBA dari Universitas Sunan Giri jurusan teknik kimia. Tak heran jika sebelum terkenal sebagai penyanyi, ia sempat bekerja di bidang pengeboran minyak, tambang, berlian, dan emas, bahkan sempat merambah pekerjaan di Kanada, Texas, Yordania, dan Kalifornia.
Awal debutnya ke Jakarta, ia bergabung ke dalam komunitas seni, seperti komunitas Teguh Karya dan Taman Ismail Marzuki (Wartanagari, Agustus 2009). Hingga akhirnya, kesempatan untuk membuat rekaman pun muncul di tahun 1997, dengan album pertamanya yang berjudul “Ijo Royo-Royo”. Sebetulnya, ‘Tak Gendong’ yang membawanya ke puncak kesuksesan, merupakan album keempatnya. Lagu itu sendiri telah diciptakan sejak tahun 1983, saat Alm.Mbah Surip masih bekerja di AS. “Filosofi dari lagu ini adalah belajar yang salah, yang digendong ya siapa saja, entah baik, galak, nakal, atau jahat, selalu dicekokin dengan digendong kemana-mana. Seperti bus, nggak peduli penumpangnya, entah itu copet, gelandangan, pekerja, ya siapa saja. Sebab, menggendong itu belajar salah”, ungkap anaknya mengutip dari perkataan almarhum saat masih berada di tengah-tengah keluarga.
Tak ada yang menduga bahwa kepergian kakek yang senang tertawa ini dapat begitu cepatnya. Cak Nun bahkan merasa kehilangan atas kepergian sosok yang disebutnya sebagai pribadi “Manusia Indonesia Sejati”. Sebutan itu sering Cak Nun lontarkan semasa almarhum sering berkumpul di Taman Ismail Marzuki. Menurutnya, sebutan itu pantas disematkan kepada almarhum karena pribadinya yang tidak pernah merasa susah, tidak pernah gelisah, tidak pernah sedih, dan selalu tertawa. “Meski seringkali diledek, Mbah Surip tetap saja tertawa tidak pernah dendam, atau membalas ledekan tersebut”, tambah Cak Nun. Karenanya, sudah tentu bukan hanya Cak Nun yang berduka atas kepergiannya, Indonesia tentunya turut berduka dengan kepergian seniman intelek yang rendah hati ini.